Oleh : Prof.DR.Faisol Burlian,S.H.,Mhum (Pengacara Senior dan Guru Besar Hukum Tata Negara UIN Raden Fatah Palembang)
TRASNEWS.COM, PALEMBANG.-Baru-baru ini publik dihanyatkan/dihebohkan dengan berita yang cukup memeras perhatian rakyat, yaitu ada SEKELOMPOK purnawirawan TNI sudah mengirim surat kepada lembaga tinggi negara, DPR dan MPR, dengan segala tembusannya dipelbagai lembaga tinggi Negara.
Lebih lanjut, lalu sebelumnya, mereka mengirim tuntutan ke Istana Negara. Salah satunya berisi desakan agar Gibran Rakabuming Raka dilengserkan dari posisi Wakil Presiden. Namun, sebagaimana yang sudah disampaikan, Istana bergeming, karena secara konstitusi, itu bukan wilayah mereka. Bola panas terkait pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kini bergeser ke DPR.
Sebagaimana diatur dalam konstitusi, pemakzulan presiden dan wakil presiden adalah proses panjang.
Kemudian juga bahwa untuk sampai pada putusan itu, DPR dan MPR harus membuktikan bahwa Gibran, sebagai wakil presiden telah melakukan tindakan yang menjadi syarat pemakzulan, yaitu penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat, atau perbuatan tercela. Walaupun nantinya DPR secara politis bisa mengidentifikasi itu, keputusan tersebut harus diuji kembali di Mahkamah Konstitusi (MK).
Artinya, proses untuk sampai kepada putusan pemakzulan Gibran, tidak sesederhana yang dibayangkan. Namun, dalam politik kerap berlaku adagium nothing is imposible. Segala sesuatu sangat dimungkinkan terjadi, bahkan lebih mungkin dari konsep kemungkinan itu sendiri.
Pangkal soalnya karena semua aktor politik bekerja dalam dan untuk kepentingan masing-masing (dirinya, kelompoknya, partainya). Adagium tersebut adalah DNA dari politik praktis di belahan dunia manapun.
Halaman : 1 2 3 4 Selanjutnya